Kalangan aktivis di Kota Tanjungbalai sangat menyesalkan sikap pemerintah yang membatasi masyarakat dalam penggunaan media sosial (Medsos) seperti Facebook, Instagram hingga WhatsApp.

Hal itu diungkapkan Nazmi Hidayat Sinaga atas nama gabungan aktivis di Tanjungbalai, menyikapi adanya hambatan dalam menggunakan medsos paskaGerakan Nasional ribuan masyarakat dari berbagai elemen yang memprotes hasil Pemilu dengan menduduki gedung Bawaslu RI dan berakhir ricuh.

"Tindakan represif yang dilakukan aparat penegak hukum menghalau dan membubarkan massa aksi dan perlakuan pemerintah membatasi penggunaan medsos sangat membuat masyarakat gerah," kata Nazmi Hidayat Sinaga di Tanjungbalai, Sabtu (25/5).
 
Pria yang akrab disapa Bung Naz itu melanjutkan, tindakan pihak kepolisian yang membantai massa aksi hingga banyak yang meregang nyawa dinilai sangat tidak wajar, tidak berprikemanusiaan dan terindikasi melanggar HAM.

Kita melihat dari vidio yang beredar luas, beberapa oknum polisi diduga Brimob membabi buta membantai seorang remaja hingga meninggal dunia. Aksi pembataian itu sangat menyayat hati.

Selain melukai hati masyarakat, dugaan tindak kekerasan petugas polisi terhadap warga sangat mencoreng integritas lembaga kepolisian yang diketahui sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

Berdasarkan kejadian tersebut, atas nama masyarakat Kota Tanjungbalai, kami gabungan aktivis mengecam keras tindakan tindakan represif pihak kepolisian yang terindikasi melanggar HAM.

"Kami dari Gabungan Aktivis Kota Tanjungbalai meminta dengan tegas kepada kepolisian, khususnya di Kota Tanjungbalai untuk tidak melakukan hal yang demikian terhadap masyarakat. Sebab, tugas polisi mengayomi, jadi jangan terlalu jauh ikut dalam kompetisi," kata Bung Naz.

Demikian juga sikap pemerintah membatasi penggunaan medsos yang dinilai sebagai upaya membungkam rakyat dan inkonstitusional harus segera dihentikan, karena sangat merugikan banyak pihak.

Pewarta: Yan Aswika

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019