Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menerapkan absen sidik jari atau "fingerprint" untuk pejabat eselon II yang beragama Islam saat subuh berjamaah di masjid.

Kepala Dinas Kesehatan Kepri, Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Senin, mengatakan, kebijakan itu bersifat imbauan, namun dirinya tidak melakukan "fingerprint".

"Saya shalat subuh berjamaah di masjid, ikut gubernur, namun saya tidak 'fingerprint'. Shalat itu kewajiban, hubungan antara saya dengan Allah SWT, jadi tidak perlu absen," katanya.

Meski demikian, Tjetjep mengatakan kebijakan itu untuk menggairahkan shalah subuh berjamaah di masjid. Pemprov Kepri menginginkan seluruh pimpinan organisasi pemerintah daerah (OPD) yang beragama Islam meningkatkan iman dan takwa melalui shalat subuh berjamaah.

"Jadi kalau saya pribadi melakukan shalat subuh berjamaah merupakan kebutuhan, yang memang harus dilaksanakan," ucapnya.

Sementara Kepala Dinas Olahraga Kepri, Meifrizon, mengatakan, kebijakan "fingerprint" berdasarkan surat keputusan (SK) sehingga berdampak pada kinerja kepala dinas.

"Tentu ada pengaruh terhadap tunjangan kinerja daerah kalau tidak hadir," ujarnya.

Meifrizon menjelaskan shalat Subuh berjamaah di masjid tidak dilaksanakan setiap hari, melainkan hanya pada Jumat Subuh. Pemberlakuan "fingerprint" baru tiga kali.

Ia mendukung kebijakan tersebut. Kebijakan itu untuk mendorong pejabat eselon II shalat berjamaah di masjid, sekaligus meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Sementara pejabat lainnya enggan shalat subuh berjamaah mengikuti Gubernur Kepri Nurdin Basirun. Mereka memilih shalat subuh di masjid dekat rumahnya.

"Shalat itu urusan pribadi kita dengan Allah SWT, bukan karena `fingerprint`. Shalat tidak perlu ikut gubernur, karena jam kerja pegawai itu 8 jam, dimulai pada pagi hari, bukan subuh hari," kata salah seorang pejabat eselon II.

Pewarta: Nikolas Panama

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019