Jenewa, Swiss (Antaranews Sumut) - Komisaris Tinggi PBB bagi Hak Asasi Manusia (HCRH) pada Selasa menyatakan keprihatinan mendalam atas kekerasan oleh pemukim Yahudi terhadap orang Palestina di wilayah Palestina yang diduduki.
"Kami sangat prihatin dengan serangan sangat keras dan berlanjut terhadap orang Palestina di Desa Al-Mughayir, Tepi Barat Sungai Jordan, Sabtu lalu (26/1). Selama peristiwa itu, Hamdi Taleb Na'asan (38), ayah empat anak, ditembak di punggung dan meninggal," kata satu pernyataan dari juru bicara HCRH.
"Pemantauan oleh staf kami di Tepi Barat menunjukkan pembunuhan tersebut terjadi setelah sekelompok 30 orang Yahudi --sebagian dari mereka bersenjata-- dari pos terdepan Adei Ad, yang berdekatan, mula-mula menyerang petani Palestina di ladang mereka, dan kemudian berlanjut ke desa tempat pemukim Yahudi menggunakan amunisi aktif untuk menembak warga desa dan rumah mereka," katanya.
Ia menambahkan, "Bentrokan mengakibatkan enam warga desa ditembak dengan menggunakan amunisi aktif, sehingga tiga di antara mereka menderita luka parah." Pernyataan itu mengatakan meskipun pasukan keamanan Israel ditempatkan di dekat desa tersebut dan "dengan cepat disiagakan mengenai serangan itu", beberapa saksi mata memberi tahu staf PBB yang mengunjungi desa tersebut pada Senin bahwa diperlukan sekitar dua jam bagi militer untuk turun tangan.
"Ketika pasukan keamanan Israel akhirnya turun tangan, pusat utama tindakan mereka tampaknya ialah untuk membubarkan warga desa Palestina dengan menggunakan gas air mata. Tiga lagi orang Palestina cedera akibat amunisi aktif setelah pasukan keamanan campur tangan.
Namun pada tahap ini tidak jelas apakah mereka ditembak oleh pemukim Yahudi atau tentara Israel. Secara keseluruhan, 20 warga desa cedera sepanjang hari itu," kata mereka, sebagaimana dikutip Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam.
Aksi kekerasan di Al-Mughayir dilakukan dalam konteks peningkatan kekerasan oleh pemukim Yahudi di Tepi Barat, yang telah mencapai tingkat tertinggi sejak 2015.
Menurut Kantor PBB bagi Koordinasi Bantuan Kemanusiaan (OCHA) untuk wilayah Palestina yang diduduki, rata-rata jumlah peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Yahudi per bulan naik sampai 57 persen pada 2018 dibandingkan dengan pada 2017, dan sebanyak 175 persen dibandingkan dengan pada 2016.
Komisaris Tinggi tersebut mengatakan Israel, sebagai kekuatan pendudukan, "memiliki kewajiban untuk melindungi warga Palestina di bawah kekuasaannya", dan menyerukan penyelidikan penuh mengenai pembunuhan Na'asan.
"Israel, sebagai kekuatan pendudukan, berkewajiban berdasarkan hukum kemanusiaan internasional untuk melindungi penduduk Palestina dari serangan semacam itu. Mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan oleh pemukim Yahudi harus diseret ke pengadilan," kata juru bicara HCHR.
"Pasukan keamanan Israel telah memulai penyelidikan mengenai pembunuhan Na'asan, dan kami menyambut baik ini. Kami mendesak pemerintah agar memastikan ada penyelidikan menyeluruh mengenai pembunuhan warga Palestina itu dan cedera yang dialami orang-Palestina lain, dan penyelidikan tersebut mandiri, transparan dan efektif," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Kami sangat prihatin dengan serangan sangat keras dan berlanjut terhadap orang Palestina di Desa Al-Mughayir, Tepi Barat Sungai Jordan, Sabtu lalu (26/1). Selama peristiwa itu, Hamdi Taleb Na'asan (38), ayah empat anak, ditembak di punggung dan meninggal," kata satu pernyataan dari juru bicara HCRH.
"Pemantauan oleh staf kami di Tepi Barat menunjukkan pembunuhan tersebut terjadi setelah sekelompok 30 orang Yahudi --sebagian dari mereka bersenjata-- dari pos terdepan Adei Ad, yang berdekatan, mula-mula menyerang petani Palestina di ladang mereka, dan kemudian berlanjut ke desa tempat pemukim Yahudi menggunakan amunisi aktif untuk menembak warga desa dan rumah mereka," katanya.
Ia menambahkan, "Bentrokan mengakibatkan enam warga desa ditembak dengan menggunakan amunisi aktif, sehingga tiga di antara mereka menderita luka parah." Pernyataan itu mengatakan meskipun pasukan keamanan Israel ditempatkan di dekat desa tersebut dan "dengan cepat disiagakan mengenai serangan itu", beberapa saksi mata memberi tahu staf PBB yang mengunjungi desa tersebut pada Senin bahwa diperlukan sekitar dua jam bagi militer untuk turun tangan.
"Ketika pasukan keamanan Israel akhirnya turun tangan, pusat utama tindakan mereka tampaknya ialah untuk membubarkan warga desa Palestina dengan menggunakan gas air mata. Tiga lagi orang Palestina cedera akibat amunisi aktif setelah pasukan keamanan campur tangan.
Namun pada tahap ini tidak jelas apakah mereka ditembak oleh pemukim Yahudi atau tentara Israel. Secara keseluruhan, 20 warga desa cedera sepanjang hari itu," kata mereka, sebagaimana dikutip Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam.
Aksi kekerasan di Al-Mughayir dilakukan dalam konteks peningkatan kekerasan oleh pemukim Yahudi di Tepi Barat, yang telah mencapai tingkat tertinggi sejak 2015.
Menurut Kantor PBB bagi Koordinasi Bantuan Kemanusiaan (OCHA) untuk wilayah Palestina yang diduduki, rata-rata jumlah peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Yahudi per bulan naik sampai 57 persen pada 2018 dibandingkan dengan pada 2017, dan sebanyak 175 persen dibandingkan dengan pada 2016.
Komisaris Tinggi tersebut mengatakan Israel, sebagai kekuatan pendudukan, "memiliki kewajiban untuk melindungi warga Palestina di bawah kekuasaannya", dan menyerukan penyelidikan penuh mengenai pembunuhan Na'asan.
"Israel, sebagai kekuatan pendudukan, berkewajiban berdasarkan hukum kemanusiaan internasional untuk melindungi penduduk Palestina dari serangan semacam itu. Mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan oleh pemukim Yahudi harus diseret ke pengadilan," kata juru bicara HCHR.
"Pasukan keamanan Israel telah memulai penyelidikan mengenai pembunuhan Na'asan, dan kami menyambut baik ini. Kami mendesak pemerintah agar memastikan ada penyelidikan menyeluruh mengenai pembunuhan warga Palestina itu dan cedera yang dialami orang-Palestina lain, dan penyelidikan tersebut mandiri, transparan dan efektif," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019