Jakarta (Antaranews Sumut) - Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menolak ide perlunya penetapan Hari Duka Cita Musik Indonesia terkait musibah tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam yang menewaskan 437 orang termasuk beberapa personel grup band Seventeen.

Musibah yang menimpa Seventeen Band pada 23 Desember 2018 lalu memunculkan sejumlah ide, di antaranya mendorong peristiwa tersebut menjadi hari duka bagi musik Indonesia. 

Ide tersebut muncul dari Pasha Ungu yang kini menjadi Wakil Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Anang dalam pernyataan yang disiarkan Atara pada Sabtu menegaskan tidak sependapat dengan ide Pasha soal Hari Duka Cita Musik Indonesia atas peristiwa yang menimpa Seventeen. 

Menurut dia, dalam kapasitas sebagai Wakil Wali Kota Palu, Pasha dapat membuat kebijakan yang lebih konkret terhadap musik di Indonesia.

"Ide Hari Duka Cita bagi musik Indonesia atas peristiwa yang menimpa Seventeen Band tampak populis, tapi tidak menyasar pada substansi," kata Anang yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Belanda.

Kata Anang, mestinya Pasha dapat membuat kebijakan yang lebih konkret bagi industri musik di Palu.

Anang yang musisi dari Jember (Jawa Timur) menyebutkan semestinya Pasha dalam kapasitasnya sebagai Wakil Wali Kota Palu membuat kebijakan konkret dengan mmbentuk peraturan daerah (perda) terkait "performing right" terhadap pemakaian lagu di ranah bisnis seperti rumah karoke, kafe, hotel termasuk konser musik di Kota Palu.

Misalnya, ada perda yang isinya setiap konser atau pemakaian lagu di ranah bisnis di Kota Palu wajib menyertakan surat pembayaran "performing right". "Itu jauh lebih bermanfaat dan bentuk penghormatan bagi pekerja seni dan musik," kata Anang.

Anang mengatakan peristiwa yang menimpa Seventen Band pada akhir Desember lalu semestinya dapat memantik pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membuat sistem yang ajeg terkait pelaksanaan UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta.

"Musibah yang menimpa Seventeen mestinya menjadi pemantik pemerintah untuk membuat sistem terkait 'performing right'. Begitu semestinya cara pemerintah menghormati musibah yang menimpa Seventen Band," kata Anang, politisi dari Partai Amanat Nasional.

Tsunami Selat Sunda menelan korban 437 jiwa, di antaranya tiga personel Seventeen Band. Beberapa kru juga turut menjadi korban.

Saat kejadian, Seventeen sedang tampil dalam sebuah acara di Pandeglang, Banten. Seventeen tampil di kawasan Tanjung Lesung untuk memeriahkan acara gathering PLN.

Ketika mereka tampil sekitar pukul 21.30 WIB, arus pasang mendadak menghantam panggung. Kejadian berlangsung saat Seventeen baru menyanyikan lagu kedua untuk menghibus penonton.

Air pasang mendadak naik ke permukaan dan menyeret seluruh orang yang ada di lokasi, termasuk personel Seventeen yang saat itu berada di panggung. Panggung roboh diterjang tsunami.

Saat arusnya surut, personel Seventeen ada yang bisa menyelamatkan diri. Namun sebagian tidak menemukan tempat untuk berpegangan.

Tiga personel inti Seventeen ditemukan meningal dunia di lokasi kejadian akibat tsunami Selat Sunda itu, yakni Herman Sikumbang (gitar), Andi (drum) dan Bani (bass).

Saat itu posisi panggung tepat membelakangi laut. Foto-foto dan rekaman video saat Seventeen sedang manggung kemudian dihantam gelombang tsunami beredar luas di masyarakat.

Kini Seventeen hanya menyisakan satu-satunya personel inti, yakni vokalis Riefian Fajarsyah atau yang biasa disapa Ifan Seventeen.

Meski selamat, namun Ifan kehilangan istrinya, Dylan Sahara. Jenazah Dylan ditemukan dua hari setelah kejadian.

Seventeen dibentuk pada tahun 1999 di Yogjakarta. Hingga tahun 2018, Seventeen telah mengeluarkan 6 album, yaitu "Bintang Terpilih" (1999), "Sweet Seventeen" (2005), "Lelaki Hebat" (2008), "Dunia Yang Indah" (2011), "Sang Juara" (2013) dan "Pantang Mundur" (2016).
 

Pewarta: Sri Muryono

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019