Pematangsiantar (Antaranews Sumut) - Kakun, panggilan akrab Syahruddin Dalimunthe, terdiam sejenak saat mendapat pertanyaan tentang pembinaan dan pemberdayaan kaum difabel di Kota Pematangsiantar.

Pria yang tidak lagi muda itu, dilahirkan secara normal pada tahun 1967, dan mengalami kelumpuhan pada kedua kaki usai menamatkan pendidikan SMA tahun 1986, satu di antara sejumlah difabel yang hidup mandiri.

"Ada tugas yang belum ku tunaikan," kata warga Kelurahan Sipinggol-pinggol, Kecamatan Siantar Barat, semenit kemudian.

Perjuangan yang masih tertunda dan sempat terlupakan itu, yakni membentuk wadah resmi tempat berkumpulnya kaum difabel untuk beraktivitas dan berkarya.

Wadah itu dinilai menjadi bagian syarat penting bagi Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk dana maupun sarana prasarana pemberdayaan kemampuan mereka.

Dan di momen Hari Sumpah Pemuda tahun 2018, dia menemukan kembali semangat baru dan bertekad mewujudkan perjuangan yang tertunda itu.

Hari yang pada hari-hari berikutnya berupaya berjuang dan berbagi dengan sesama, khususnya kaum difabel mendapatkan posisi yang sama dengan manusia normal lainnya.

Dia menegaskan, kaum difabel, terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang dilimiki, pastinya adalah bagian dari bangsa dan negara tercinta ini.

"Artinya difabel memiliki 'hak dan kewajiban yang sama'," katanya.

Momen Hari Sumpah Pemuda seharusnya mampu memotivasi agar setiap difabel berkewajiban berusaha untuk mandiri diberbagai aspek hidup dan kehidupan.

Mereka tetap berupaya (minimal) mampu memenuhi kebutuhan sendiri tanpa menyusahkan dan menjadi beban keluarga, masyarakat bahkan negara.

Walau secara fakta diakui, masih banyak kaum difabel lainnya yang masih tetap butuh uluran tangan dan itu menjadi tantangan komunitas dan individu untuk turut berguna bagi diri, keluarga, masyarakat dan (mungkin) negara.

Difabel juga berkemampuan, jika diberi kepercayaan dan diberi kesempatan menjalani hidup bernegara, berperan dalam dinamika berbangsa dan bernegara.

"Kami tidak butuh 'bentuk kasihan', tetapi 'perhatian dan kesempatan'," tegasnya.

Secara khusus, Kakun memiliki keinginan duduk bersama dengan kepala daerah dan pejabat Pemerintah Kota Pematangsiantar, berdialog, berdiskusi, mengambil langkah pemenuhan kebutuhan kaum difabel.

"Saat itu tetap kami tunggu, walau entah kapan...Mungkin tidak harus melalui 'demo' hanya untuk berdialog dengan pemerintah demi tujuan kemajuan kota ini". 

Sarana dan prasarana yang ramah difabel. Ini yang ingin disampaikan. Ini yang belum ditemukan pada fasilitas umum kota.  

Pewarta: Waristo

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018