Oleh Illa Kartila



Depok, 19/4 (Antara) - Meski perolehan suara partai-partai politik papan tengah pada Pemilu Legislatif 9 April 2014 menurut survei hitung cepat berkisar 10 persen ke bawah, tetapi posisi tawar mereka untuk "dilamar" tiga poros besar cukup tinggi.

Hanya saja, di tengah gencarnya komunikasi politik, partai-partai politik papan tengah tampaknya juga sedang menjajaki kemungkinan untuk berkoalisi dengan sesamanya menjadi poros keempat.

Partai Demokrat misalnya, walau pergerakan arah koalisi makin menggeliat, masih bergeming karena menurut pakar komunikasi politik Universitas Mercu Buana, Heri Budianto, Demokrat sepertinya cenderung menunggu reaksi, arah dan langkah pergerakan parpol lainnya.

Namun dia berpendapat, mestinya Demokrat jangan terlalu lama menunggu situasi politik koalisi.
Pasalnya, dengan perolehan suara lebih dari sembilan persen, partai ini masih memegang peranan strategis di tengah tidak adanya partai yang dominan dalam perolehan suara.

"Justru Demokrat dapat menggagas poros baru dengan menawarkan capres alternatif hasil konvensi," katanya.

Direktur Eksekutif Political Communication (Polcomm) Institute ini menyebutkan, jika melihat pergerakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat ini yang menawarkan Muhaimin Iskandar sebagai cawapres, Demokrat bisa menjadikan tawaran itu sebagai suatu peluang.

"Memang PKB menyasar PDIP dan kemudian alternatif berikutnya Gerindra. Namun itu bisa saja buntu, sebab PDIP dan Gerindra akan melihat sosok yang ditawarkan PKB.

Dia berpendapat, jika PKB tidak jadi membangun koalisi dengan PDIP atau Gerindra, maka Demokrat bisa mengajak partai berbasis Islam ini membuat poros baru dengan menawarkan capres pemenang konvensi dan calon dari PKB, ditambah satu partai baru PBB atau PKPI.

Alternatif koalisi lainnya, katanya, adalah Demokrat bisa menggagas poros baru dengan PAN dan PKS. Sebab, kedua partai ini tampaknya lebih nyaman bersama Demokrat.

"Hanya saja sangat disayangkan pergerakan Demokrat cenderung lambat," katanya.

Senada dengan pengamat politik di atas, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Andi Nurpati berpendapat, partainya masih berpeluang mengajukan calon presiden sendiri dengan menggandeng partai-partai papan tengah dan Demokrat bisa saja memimpin koalisi tersebut.

Partai papan tengah kalau bergabung tentu bisa mengusung capresnya sendiri.

"Tentu muaranya ke Demokrat karena perolehan suaranya dalam Pemilu 2014 tertinggi di antara partai papan tengah," ujar Andi. Dengan demikian akan terbentuk empat poros koalisi bersama PDI-Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Gerindra.

Partai-partai papan tengah yang mungkin berkoalisi dengan Demokrat menurut dia antara lain PKB, Partai Keadilan Sejahtera, atau Partai Bulan Bintang.

"Tapi semuanya masih cair, belum ada satu pun yang mengajukan capresnya. Jikapun Demokrat mengajukan capres koalisi partai tengah, kemungkinan peserta Konvensi Partai Demokrat yang akan diusung.

Namun, katanya, belum ada keputusan apakah Demokrat akan memimpin koalisi partai tengah atau bergabung dengan salah satu kubu papan atas.

Ada juga kemungkinan Demokrat hanya akan mengajukan bakal calon wakil presiden yang mendampingi bakal capres partai-partai papan atas. Cawapres ini bisa berasal dari Konvensi Capres Demokrat, bisa juga tidak.

Terkait koalisi, Partai Amanat Nasional (PAN) tampaknya merasa harus memikirkan kecocokannya dengan partai lain yang tengah dijajakinya yaitu PDIP, Gerindra dan PKB.

"Masih dalam tahap pembicaraan," kata Ketua Umum PAN Hatta Rajasa.

Sejauh ini belum ada keputusan resmi terkait partai mana yang akan berkoalisi dengan PAN. Kepastian koalisi akan ditentukan setelah hasil hitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Tentang peluang menjadi capres atau cawapres, Hatta mengaku masih menunggu keputusan partai. Tapi, pengambilan keputusan tak akan memakan waktu lama.

Tentu sebelum hasil penghitungan suara KPU. Waktunya pendek.

Sementara itu Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN, Viva Yoga Mualadi mengaku partainya belum berniat bergabung dengan poros baru dalam pilpres nanti.
"Sementara ini, kami lirik-lirikan dulu ke Jokowi dan Prabowo. Kami masih membangun komunikasi intensif dengan PDIP dan Gerindra yang belum mengajukan cawapresnya." katanya.

PAN yang memiliki 6,5 persen suara menyodorkan Hatta Rajasa sebagai cawapres. Saat ini partai itu masih menunggu jawaban dan arah koalisi dari PDIP dan Gerindra.

Namun, bila tak ada sinyal bagus, tak tertutup kemungkinan PAN akan bergabung bersama koalisi baru yang tengah diwacanakan. Tapi kan poros baru itu belum terbentuk, katanya.

Sulit terwujud?
Ketua DPP PAN, Tjatur Sapto Edy membenarkan bahwa partai ini mulai membuka peluang berkoalisi dengan sesama partai papan tengah.
"Peluang itu ada saja, tapi mungkin namanya koalisi partai tengah," katanya.

Dia mengaku, PAN sudah melakukan penjajakan dengan beberapa parpol tak hanya yang berideologi Islam, tetapi juga yang beraliran nasionalis untuk berkoalisi.
"Pembicaraan sudah ada, namun, belum mengerucut. Kita punya platform dan saat ini sedang membangun kesamaan platform. Kita tunggu saja karena sifatnya dinamis," katanya.

Tetapi, pembentukan koalisi Poros Tengah menurut mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan sulit terwujud.
"Membikin poros itu tidak mudah, bagaimana kesepakatan itu dibentuk. Dulu saja kesepakatan itu sulit. Siapa yang memimpin, siapa yang dicalonkan," katnaya.

Sementara pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti tidak yakin Koalisi Poros Tengah yang pernah terjadi tahun 1999, akan kembali terbentuk pada Pemilu Presiden 2014 ini.

Memang pembicaraan mengenai koalisi semakin gencar dilakukan oleh parpol akibat tidak adanya raihan suara 25 persen - batas minimal untuk mengajukan capres dan cawapres.

Namun, kondisi politik saat ini menurut Ikrar jauh berbeda dengan di awal era reformasi dulu.

Selain itu ego dari para elit partai Islam saat ini sangat tinggi, juga berbeda kondisinya dengan ketika terjadi koalisi poros tengah jilid pertama yang begitu solid dan kompak.

"Hampir-hampir tidak mungkin terjadi poros tengah jilid II, karena ego para pemimpin partai Islam kini tidak bisa diturunkan, sehingga tidak ada yang mau menjadi orang nomor dua atau nomor tiga. Semuanya maunya nomor satu," katanya.

Hal serupa juga diungkapkan pengamat politik Budianto yang menilai partai-partai Islam saat ini tidak berjalan berdasarkan kepentingan ideologi sehingga sulit untuk menyatukannya.

"Kelemahan dari partai-partai Islam di tengah kuatnya ketokohan politik, adalah sulitnya mencari figur-figur yang bisa menandingi figur dari partai nasionalis. Ini kendala bagi partai Islam dalam persaingan," ujarnya.

Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi menyebutlan, dalam berkoalisi pada Pilpres 2014, partainya tidak hanya menggantungkan semata pada ideologi politik.

PAN dapat berkoalisi dengan partai manapun termasuk partai nasionalis sepanjang memiliki visi dan program yang hampir sama.
Pendapat berbeda tentang tidak akan terulangnya kemunculan kembali Poros Tengah, disampaikan Ketua DPP PKB, Ida Fauziyah dengan menyebutkan bahwa hasil hitung cepat Pileg 2014 yang menunjukkan tidak satu pun parpol mendapatkan suara signifikan, akan menyebabkan Poros Tengah yang muncul pada Pemilu 1999, akan terbentuk kembali.

Senada dengan pendapat itu, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali menyebut kemungkinan koalisi poros tengah bisa saja terjadi. "Nanti juga mengerucut, akhir bulan pasti ketemu juga," katanya.

PKS dengan lebih dari enam persen suara, diam-diam juga bergerak melakukan lobi menggalang koalisi.
"Komunikasi terbuka dengan semua partai, masih dalam taraf penjajakan. Prioritas pembahasan dengan partai-partai Islam," kata Kepala Divisi Humas PKS, Mardani.

Seperti, kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Luhut Pandjaitan, apapun menjadi mungkin dalam dunia politik.
Terutama koalisi setelah melihat perolehan suara masing-masing partai pada Pileg 9 April lalu yang tidak mampu mendulang 25 persen suara sah nasional dan 20 persen kursi di parlemen.

"Apa yang tidak mungkin dalam partai. Yang mungkin bisa jadi tidak mungkin. Yang tidak mungkin bisa jadi mungkin," kata Luhut Pandjahitan. (Z002)

Pewarta: Illa Kartila

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014