Palembang, 26/1 (Antara) - Sebagian masyarakat Kota Palembang, Sumatera Selatan setelah menyaksikan penampilan peserta Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat pada acara "Debat Bernegara" antarcalon presiden peserta konvensi memberikan banyak komentar.
Acara "Debat Bernegara" antarcalon presiden peserta konvensi yang berlangsung di Kota Palembang selama dua hari yakni pada 24 - 25 Januari 2014 menampilkan sembilan dari 11 peserta konvensi capres itu.
Penampilan pada hari pertama 24 Januari, seharusnya ada enam peserta konvensi dijadwalkan mengikuti debat serta menyampaikan visi dan misinya yakni Pramono Edhie Wibowo, Irman Gusman, Ali Masykur Musa, Dahlan Iskan, Hayono Isman, namun Gita Wirjawan batal hadir karena Menteri Perdagangan itu ada urusan dinas ke luar negeri.
Kemudian pada 25 Januari 2014 dijadwalkan tampil lima peserta konvensi capres lainnya yakni Endriartono Sutarto, Dino Pati Djalal, Marzuki Alie, Anies Baswedan, namun Sinyo Harry Sarundajang yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara tidak bisa hadir karena banyak masyarakat di daerahnya mengalami bencana banjir.
Setelah mendengarkan penjelasan mengenai visi dan misi para peserta konvensi capres Partai Demokrat itu, masyarakat terutama yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana hukum dan praktisi hukum tertarik dengan figur peserta konvensi yang pernah berkarir di institusi militer.
Peserta konvensi berlatar belakang militer yang menarik perhatian masyarakat yakni Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo dan Endriartono Sutarto.
Menurut salah seorang praktisi hukum di Palembang Hibzon Firdaus, permasalahan hukum dan ancaman penyerobotan wilayah teritorial Indonesia akhir-akhir ini semakin marak sehingga perlu pemimpin yang tegas.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, bangsa dan negara ini membutuhkan figur pemimpin tegas yang dinilai melekat pada dua peserta konvensi yakni Pramono Edhie Wibowo dan Endriartono Sutarto.
Siapapun dari kedua peserta tersebut yang memiliki banyak dukungan masyarakat untuk maju menjadi capres unggulan Partai Demokrat dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 , perlu didukung karena dinilai sangat pas untuk memimpin bangsa dan negara ini yang masih menghadapi berbagai permasalahan hukum dan ancaman provokasi dari pihak negara luar, katan Hibzon.
Sosok Pramono - Endriartono
Berdasarkan penjelasan dari semua peserta Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat dalam acara "Debat Bernegara" antarcalon presiden peserta konvensi, figur pemimpin yang tegas sangat jelas berada pada peserta konvensi yang memiliki latar belakang militer yakni Pramono Edhie Wibowo dan Endriartono Sutarto.
Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto salah satu dari 11 peserta Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat menyatakan, untuk memimpin negara Indonesia yang akhir-akhir ini banyak timbul persoalan hukum diperlukan ketegasan.
"Persoalan tindak pidana korupsi dan maraknya aksi penyerobotan hak orang lain yang marak terjadi di negara ini diperlukan ketegasan penegakan hukum untuk menyelesaikannya. Jika saya dipercaya menjadi presiden oleh rakyat Indonesia akan memprioritaskan penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu," kata mantan Panglima TNI itu.
Lebih lanjut Jenderal TNI (Purn) Endriartono menjelaskan, akhir-akhir ini banyak timbul persoalan hukum, hal tersebut muncul karena kurangnya ketegasan dalam penegakan hukum.
Negara ini negara hukum, jangan biarkan pelanggaran hukum seperti korupsi dan penyerobotan hak orang lain tumbuh subur karena pelakunya terkesan dibiarkan dan tidak mendapatkan sanksi hukum yang berat, katanya.
Selain ketegasan dalam penegakan hukum di dalam negeri, untuk meningkatkan kewibawaan bangsa dan negara di mata masyarakat internasional, juga perlu ketegasan dalam menghadapi ancaman dari pihak luar.
Ancaman pihak luar yang terjadi baru-baru ini seperti aksi penyadapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Pemerintah Australia dan upaya negara Malaysia mengakui beberapa wilayah teritorial dan kebudayaan Indonesia, perlu dihadapi dengan tindakan tegas.
Melalui ketegasan dalam penegakkan hukum, diyakini negara ini ke depan dapat dibangun lebih baik lagi, serta kesejahteraan rakyat dan kewibaan bangsa dapat meningkat, kata pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah 29 April 1947 itu.
Sementara peserta konvensi lainnya yang juga memiliki latar belakang militer, Pramono Edhie Wibowo menyatakan, untuk meningkatkan kewibawaan bangsa dan negara Indonesia agar disegani dalam pergaulan internasional, perlu memperkuat pertahanan keamanan
Untuk memperkuat pertahanan keamanan perlu dilakukan peningkatan kekuatan militer baik dari sisi jumlah personel maupun alat utama sistem persenjataan (alutsista), kata Pramono Edhie.
Putra almarhum Jenderal Sarwo Edhie Wibowo itu mengatakan, kekuatan militer Indonesia sejauh ini belum "ditakuti" oleh negara lain, oleh karena itu diperlukan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk bersikap tegas dan membangun pertahanan keamanan dalam negeri.
"Sebenarnya kekuatan militer pada suatu negara sangat penting untuk ditakuti, sehingga tidak mudah terancam provokasi atau serangan dari luar," ujar Jenderal TNI (Purn) yang pernah menjabat Kepala Staf TNI AD itu.
Kekuatan militer dan personel penegak hukum lainnya seperti Polri, secara bertahap harus segera ditingkatkan, sehingga bisa ditakuti semua pihak, namun jika sudah kuat tidak boleh menakut-nakuti.
Pertahanan keamanan di Indonesia baru diperkuat belakangan ini, faktor penghambat selama ini adalah ekonomi yang kurang menunjang.
"Saat menjadi Kepala Staf TNI AD (Kasad), saya setiap berkunjung ke daerah, melihat kekuatan militer di Indonesia belum mumpuni," ujar Pramono.
Menurut pria yang memiliki angka kelahiran yang cukup istmewa itu yakni 5 Mei 1955 (5-5-55), karena militer lemah, kawasan Indonesia sering diterobos oleh pihak luar.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia saja, kekuatan militer Indonesia masih jauh tertinggal, dan tidak ada kata terlambat untuk membangun pertahanan keamanan yang didukung peralatan modern, kata peserta konvensi capres Partai Demokrat itu. (Y009)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014
Acara "Debat Bernegara" antarcalon presiden peserta konvensi yang berlangsung di Kota Palembang selama dua hari yakni pada 24 - 25 Januari 2014 menampilkan sembilan dari 11 peserta konvensi capres itu.
Penampilan pada hari pertama 24 Januari, seharusnya ada enam peserta konvensi dijadwalkan mengikuti debat serta menyampaikan visi dan misinya yakni Pramono Edhie Wibowo, Irman Gusman, Ali Masykur Musa, Dahlan Iskan, Hayono Isman, namun Gita Wirjawan batal hadir karena Menteri Perdagangan itu ada urusan dinas ke luar negeri.
Kemudian pada 25 Januari 2014 dijadwalkan tampil lima peserta konvensi capres lainnya yakni Endriartono Sutarto, Dino Pati Djalal, Marzuki Alie, Anies Baswedan, namun Sinyo Harry Sarundajang yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara tidak bisa hadir karena banyak masyarakat di daerahnya mengalami bencana banjir.
Setelah mendengarkan penjelasan mengenai visi dan misi para peserta konvensi capres Partai Demokrat itu, masyarakat terutama yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana hukum dan praktisi hukum tertarik dengan figur peserta konvensi yang pernah berkarir di institusi militer.
Peserta konvensi berlatar belakang militer yang menarik perhatian masyarakat yakni Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo dan Endriartono Sutarto.
Menurut salah seorang praktisi hukum di Palembang Hibzon Firdaus, permasalahan hukum dan ancaman penyerobotan wilayah teritorial Indonesia akhir-akhir ini semakin marak sehingga perlu pemimpin yang tegas.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, bangsa dan negara ini membutuhkan figur pemimpin tegas yang dinilai melekat pada dua peserta konvensi yakni Pramono Edhie Wibowo dan Endriartono Sutarto.
Siapapun dari kedua peserta tersebut yang memiliki banyak dukungan masyarakat untuk maju menjadi capres unggulan Partai Demokrat dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 , perlu didukung karena dinilai sangat pas untuk memimpin bangsa dan negara ini yang masih menghadapi berbagai permasalahan hukum dan ancaman provokasi dari pihak negara luar, katan Hibzon.
Sosok Pramono - Endriartono
Berdasarkan penjelasan dari semua peserta Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat dalam acara "Debat Bernegara" antarcalon presiden peserta konvensi, figur pemimpin yang tegas sangat jelas berada pada peserta konvensi yang memiliki latar belakang militer yakni Pramono Edhie Wibowo dan Endriartono Sutarto.
Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto salah satu dari 11 peserta Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat menyatakan, untuk memimpin negara Indonesia yang akhir-akhir ini banyak timbul persoalan hukum diperlukan ketegasan.
"Persoalan tindak pidana korupsi dan maraknya aksi penyerobotan hak orang lain yang marak terjadi di negara ini diperlukan ketegasan penegakan hukum untuk menyelesaikannya. Jika saya dipercaya menjadi presiden oleh rakyat Indonesia akan memprioritaskan penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu," kata mantan Panglima TNI itu.
Lebih lanjut Jenderal TNI (Purn) Endriartono menjelaskan, akhir-akhir ini banyak timbul persoalan hukum, hal tersebut muncul karena kurangnya ketegasan dalam penegakan hukum.
Negara ini negara hukum, jangan biarkan pelanggaran hukum seperti korupsi dan penyerobotan hak orang lain tumbuh subur karena pelakunya terkesan dibiarkan dan tidak mendapatkan sanksi hukum yang berat, katanya.
Selain ketegasan dalam penegakan hukum di dalam negeri, untuk meningkatkan kewibawaan bangsa dan negara di mata masyarakat internasional, juga perlu ketegasan dalam menghadapi ancaman dari pihak luar.
Ancaman pihak luar yang terjadi baru-baru ini seperti aksi penyadapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Pemerintah Australia dan upaya negara Malaysia mengakui beberapa wilayah teritorial dan kebudayaan Indonesia, perlu dihadapi dengan tindakan tegas.
Melalui ketegasan dalam penegakkan hukum, diyakini negara ini ke depan dapat dibangun lebih baik lagi, serta kesejahteraan rakyat dan kewibaan bangsa dapat meningkat, kata pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah 29 April 1947 itu.
Sementara peserta konvensi lainnya yang juga memiliki latar belakang militer, Pramono Edhie Wibowo menyatakan, untuk meningkatkan kewibawaan bangsa dan negara Indonesia agar disegani dalam pergaulan internasional, perlu memperkuat pertahanan keamanan
Untuk memperkuat pertahanan keamanan perlu dilakukan peningkatan kekuatan militer baik dari sisi jumlah personel maupun alat utama sistem persenjataan (alutsista), kata Pramono Edhie.
Putra almarhum Jenderal Sarwo Edhie Wibowo itu mengatakan, kekuatan militer Indonesia sejauh ini belum "ditakuti" oleh negara lain, oleh karena itu diperlukan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk bersikap tegas dan membangun pertahanan keamanan dalam negeri.
"Sebenarnya kekuatan militer pada suatu negara sangat penting untuk ditakuti, sehingga tidak mudah terancam provokasi atau serangan dari luar," ujar Jenderal TNI (Purn) yang pernah menjabat Kepala Staf TNI AD itu.
Kekuatan militer dan personel penegak hukum lainnya seperti Polri, secara bertahap harus segera ditingkatkan, sehingga bisa ditakuti semua pihak, namun jika sudah kuat tidak boleh menakut-nakuti.
Pertahanan keamanan di Indonesia baru diperkuat belakangan ini, faktor penghambat selama ini adalah ekonomi yang kurang menunjang.
"Saat menjadi Kepala Staf TNI AD (Kasad), saya setiap berkunjung ke daerah, melihat kekuatan militer di Indonesia belum mumpuni," ujar Pramono.
Menurut pria yang memiliki angka kelahiran yang cukup istmewa itu yakni 5 Mei 1955 (5-5-55), karena militer lemah, kawasan Indonesia sering diterobos oleh pihak luar.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia saja, kekuatan militer Indonesia masih jauh tertinggal, dan tidak ada kata terlambat untuk membangun pertahanan keamanan yang didukung peralatan modern, kata peserta konvensi capres Partai Demokrat itu. (Y009)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014