Bandung, 30/11 (Antara) - Hingga kini masih ada bank bermain-main dengan menyembunyikan data dan informasi yang dimiliki sehingga menyulitkan Bank Indonesia (BI) untuk merumuskan kebijakan.

Penjelasan tersebut disampaikan Direktur Departemen Perbankan Syariah BI Ahmad Buchori dan Deputi Direktur Departemen Perbankan Syariah BI Agus Fajri Zam secara terpisah pada diskusi Peran Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Syariah dengan unit wartawan Kementerian Agama di Bandung, Sabtu.

Transparansi dari manajemen bank sangat diperlukan, terlebih lagi jika dikaitkan dengan kepentingan pengawasan bank syariah yang pada awal 2014 sudah harus dilaksanakan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tahun depan, BI tak lagi melakukan pengawasan terhadap bank syariah.

Pada acara tersebut baik Buchori maupun Agus melihat fungsi pengawasan terhadap bank syariah sudah harus dilaksanakan secepatnya sambil meningkatkan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung pengawasan yang masih terasa keteter.

Untuk pengawasan bisa terjadi satu tim mengawasai 30 bank syariah. Itu tentu sangat berat meski saat kondisi perbankan masih normal. Yang jelas, pertumbuhan bank tak akan terkejar dengan ketersediaan SDM yang ada. Penyebabnya, ada beberapa hal, antara lain minimnya tenaga ahli di bidang itu, disamping faktor manajerial yang belum bagus, kata Fajri.

BI akan segera menyerahkan kewenangan pengawasan bank syariah awal 2014, kata Buchori lagu. Untuk itu perlu kesiapan SDM. Sayangnya, tenaga yang ada hingga kini belum menggembirakan. Di sisi lain, masyarakat menyambut gembira kehadiran bank syariah. Pertumbuhannya pun bebeberapa tahun terakhir makin menggembirakan di Tanah Air.

OJK, lanjut Agus, selain akan menjalankan fungsi pengawasan juga melakukan penelitian, pengembangan dan pemberian izin pendirian bank syariah. Untuk melaksanakan semua itu, berbagai kendala masih banyak dijumpai seperti lemahnya jaringan bank syariah dan infrastruktur.

Untuk itu ia pun berharap para pemangku kepentingan seperti lembaga pendidikan ikut berperan. Pihaknya sedang menjalin kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mencetak tenaga di bidang ini.

Sementara dengan Kementerian Agama, yang memiliki jaringan dengan pondok pesantren dan perguruan tinggi agama Islam, belum dilakukan.

"Kita melihat tenaga dosen di perguruan tinggi agama Islam pun masih langka untuk itu," kata Agus.

SDM lemah
Secara terpisah, Agus menjelaskan jika melihat realitas yang ada, bank syariah masih perlu dukungan dari sisi SDM. Bukan saja untuk mengisi tenaga di bank itu sendiri, tetapi di lingkungan peradilan dan ahli hukum pun sangat dibutuhkan.

Sekarang ini saja, hasil tes lulusan perguruan tinggi agama Islam yang masuk ke lingkungan perbankan syariah banyak yang gagal. Pangkal penyebabnya adalah langkanya dosen ekonomi perbankan syariah, cerita Agus.

Dampak dari kurangnya tenaga ahli tersebut adalah jika terjadi senketa hukum di lingkungan perbankan syariah. Lebih celaka lagi jika hakimnya tak paham hukum perbankan syariah, ia mengatakan.

Untuk itu ia mengimbau Kementerian Agama ikut berperan mengembangkan pendidikan syariah di berbagai lembaga pendidikan agama, mulai madrasah hingga perguruan tinggi. BI tentu siap jika diajak bekerja sama untuk membantu mendidik tenaga di ekonomi syariah.

Terkait dengan dana haji yang menurut dia diperkirakan akan dialihkan dari bank konvensional ke bank syariah sebesar Rp30 triliun, ia mengatakan hal itu harus dilakukan dengan penuh ke hati-hatian. Ibarat mobil yang punya kecepatan rendah dipaksa bekerja all out, tentu tidak bisa dipaksakan.

Bisa juga diumpamakan bank syariah yang dengan modal kecil dan dipaksa mengelola dana besar seperti pohon kecil ditimbun dengan pupuk banyak, bukan tumbuh sehat namun tak mustahil bisa mati.

Memang ada solusinya, untuk mengelola dana besar tersebut bank syariah yang beroperasi di Tanah Air harus melakukan kerja sama dan bersinergi. Tetapi, pertanyaannya, bisakah mereka diajak untuk itu.

Ia mengatakan, sekarang ini aset bank syariah yang dikelola diperkirakan mencapai Rp125 triliun. Semua dana itu harus dikelola dengan hati-hati, karena pemahaman masyarakat pun terhadap sistem syariah masih belum seperti diharapkan.

Lingkup pengawasan perbankan syariah ke depan akan meliputi antara lain kualitas permodalan, kecukupan likuidasi, kualitas aset/pembiayaan, kemampuan memperoleh laba, sensitifitas terhadap risiko pasar, termasuk pula kualitas manajemen dan kepatuhan terhadap ketentuan.

Lagi-lagi, lanjut Agus, semua itu harus didukung dengan data akurat. Pengawas bank harus tahu, tetapi tak boleh ngomong. Sesama pengawas pun harus saling berahasia, karena bisa membawa efek terhadap kualitas kepatuhan bank.

Pengawas bank pun akrab dengan data. Jika salah membaca data yang didapat, arah kebijakan yang dibuat bisa melenceng. Untuk itu harus hati-hati. Karena itu perlu dibangun sistem pelaporan yang setiap saat bisa diakses dengan mudah. (E001)

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013