Mekkah, 22/10 (Antara) - Kloter pertama jamaah haji Indonesia dari Jakarta mendarat di di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (20/10) malam.
Sebanyak 455 jamaah dan keluarganya yang menunggu saling berucap syukur telah kembali dengan selamat, sebagian jamaah melakukan sujud syukur, apalagi anggota kloter itu kembali lengkap dan tak satu pun yang tertinggal di Tanah Suci.
H Anas Fuad, ketua kloter 1 dari Jakarta Utara itu berulang-ulang mengucapkan syukur karena tidak ada satu pun jamaahnya yang dirawat padahal rata-rata usia jamaah mencapai 60 tahun.
"Alhamdulillah, Allah memberikan kekuatan kepada jamaah saya, kalau ada yang sakit flu memang wajar karena perbedaan iklim dan kondisi tubuh yang kurang fit," katanya.
Teringat kembali mereka dilepas Jokowi tanggal 10 September 2013 saat itu Oman Syahroni, salah satu jamaahnya berharap kloternya menjadi kloter percontohan baik segi bimbingan ibadah maupun rasa toleransi.
Allah telah mengabulkan doanya, kebersamaan telah tumbuh dalam kloter tersebut karena walaupun ada jamaah yang tidak masuk kelompok bimbingan haji akhirnya dirangkul bersama untuk melaksanakan ibadah.
"Ada anggota jamaah yang tidak masuk kelompok bimbingan haji, namun karena satu rombongan akhirnya mereka bisa ikut dibimbing," kata Anas Fuad.
Banyak kasus ditemukan sepanjang pelaksanaan ibadah haji 1434 hijriah yang membuat orang miris melihat arti persaudaraan muslim.
Ada jemaah yang beribadah tanpa bimbingan dari tim pembimbing mereka atau rekannya yang lain yang sebenarnya lebih paham soal ibadah sehingga mereka menganggap dengan mengecup hajar aswad di Ka'bah sudah dianggap telah selesai melaksanakan haji.
Ada juga jamaah yang kelelahan untuk tawaf dan diperkenankan ketua rombongannya untuk menyudahi dan bersiap membayar dam. Demikian juga masih banyak jamaah yang tidak tahu urutan manasik haji sehingga lupa untuk sa'i atau mencukur rambut.
Di sinilah pentingnya kebersamaan dalam rombongan yang biasanya beranggotakan 45 orang atau regu yang beranggotakan 10 -12 orang.
Ada rombongan yang selalu bersama-sama melaksanakan rukun haji, ada pula yang terpencar-pencar dalam regu-regu kecil, ada juga yang terpisah dari regunya.
Ada yang merasa minder untuk bergabung dengan yang lain padahal ia belum memahami benar manasik haji sehingga terjadilah banyak rukun haji yang terlupakan.
Ujian Toleransi
Selain kebersamaan soal ibadah, kebersamaan dan toleransi dalam satu kamar di pondokan juga menjadi salah satu ujian ibadah haji. Satu kamar dalam pondokan biasanya diisi empat sampai delapan orang tergantung luasan kamar dan disitulah muncul berbagai perbedaan kebiasaan.
Tanpa membuka hati untuk toleran dengan kebiasaan orang lain maka akan muncul stres yang bisa mengakibatkan gangguan jiwa.
Kabid Kesehatan Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi Dr dr Fidiansjah SKJ menegaskan rasa toleransi harus disiapkan sebelum berangkat sehingga jika bertemu dengan kebiasaan yang lain yang dibawa jamaah satu kamar atau satu rombongannya.
"Mental harus siap untuk menerima perbedaan itu," katanya.
Ia menjelaskan, stres bisa muncul karena perbedaan kebiasaan dalam satu kamar, ada yang suka tidur dengan lampu terang atau yang lampu dimatikan, ada yang suka pendingin ruangan (AC) ada yang tidak kuat dingin, dan ada yang terbiasa tidur dengan mendengar suara dengkuran temannya, ada juga yang tidak tahan.
Rasa toleransi juga akan diuji saat rombongan bergerak sejak dilepas di kabupaten-kota dengan menggunakan bus sampai singgah di asrama haji lalu bergerak menaiki pesawat di embarkasi. Toleransi untuk menunggu jamaah usia lanjut yang bergerak lebih lamban dibanding jemaah yang lebih muda, serta tolerensi untuk mendahulukan orang tua agar tidak ikut berdesak-desakan.
Demikian juga di Tanah Suci, dengan berkumpulkan jamaah dari negara lain maka muncullah perilaku yang dianggap aneh bagi orang Timur seperti menerobos barisan shalat, melangkahi orang shalat, dan menyerobot antrean.
Mereka yang tidak lolos uji toleransi ini biasanya terkena stres bahkan ada yang mengalami gangguan jiwa.
Tercatat ada lima puluhan jemaah yang mengalami gangguan jiwa mulai dari stres ringan sampai gangguan berat seperti meracau dan berlari-lari tanpa kendali.
"Kalau skala stres ringan tidak diayomi oleh teman satu kamar atau satu rombongan maka bisa jadi makin parah. Jadi sikap jamaah satu kamar juga akan mempengaruhi tingkat stres yang sudah ada," kata Fidiansjah.
Amirul Haj Suryadharma Ali dalam sambutan wukuf di Arafah juga mengingatkan bahwa ibadah haji merupakan ibadah ujian untuk sikap toleransi dan kebersamaan sesama muslim karena di Tanah Suci akan berkumpul tiga juta lebih jamaah dari berbagai negara dengan keberagaman budaya.
Bagi jamaah Indonesia juga merupakan ujian toleransi antar sesama jamaah dari daerah lain yang berbeda budayanya.
"Semua harus dikembalikan kepada ketaqwaan masing-masing jamaah. Karena di hadapan Allah, yang dinilai hanyalah taqwanya bukan suku, bangsa, atau warna kulitnya," katanya.
Uji Kesabaran
Ujian kesabaran, menurut Amirul Hajj akan selalu dihadapi jamaah karena jumlah jamaah cukup besar sementara semua rukun haji juga harus dipenuhi semua jamaah. Jadi ada proses pengaturan baik selama ibadah di Masjidil Haram, Wukuf di Arafah, serta Mabit di Mina sambil melempar jumroh.
"Semua harus diatur agar jamaah tidak bergerak bersamaan, ini perlu disipilin dan kesabaran," katanya.
Kedisiplinan dan keteraturan pergerakan jamaah dari Arafah ke Musdalifah terus ke Mina dan melempar jumroh di Mina telah membuahkan hasil yang memuaskan.
Untuk pertama kali, waktu pergerakan dari Arafah ke Mina bisa selesai pukul 06.00 sehingga jamaah tidak berlama-lama di dalam bus. Dengan demikian jamaah mempunyai waktu istirahat yang cukup untuk melontar jumroh aqabah atau tawaf ifadah.
"Alhamdulillah pergerakan jamaah cukup lancar, sehingga pukul enam pagi semua jamaah sudah berada di Mina, tahun lalu jamaah baru sampai Mina jam sebelas siang," katanya.
Amirul Hajj juga memuji kesabaran yang ditunjukkan petugas haji untuk membantu melayani jamaah sehingga jumlah pengaduan tentang pelayanan yang buruk tahun ini semakin berkurang.
Amirul Hajj berharap ujian kesabaran dan rasa toleransi yang membuahkan rasa persaudaraan selama ibadah haji bisa ditularkan ke Tanah Air yang tidak lama lagi akan memasuki pemilu dan pilpres.
"Persaudaraan ini hendaknya ditularkan sampai ke Tanah Air sehingga tidak ada lagi konflik-konflik kekerasan yang muncul menjelang Pemilu dan Pilpres 2014," harapnya. (B013)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
Sebanyak 455 jamaah dan keluarganya yang menunggu saling berucap syukur telah kembali dengan selamat, sebagian jamaah melakukan sujud syukur, apalagi anggota kloter itu kembali lengkap dan tak satu pun yang tertinggal di Tanah Suci.
H Anas Fuad, ketua kloter 1 dari Jakarta Utara itu berulang-ulang mengucapkan syukur karena tidak ada satu pun jamaahnya yang dirawat padahal rata-rata usia jamaah mencapai 60 tahun.
"Alhamdulillah, Allah memberikan kekuatan kepada jamaah saya, kalau ada yang sakit flu memang wajar karena perbedaan iklim dan kondisi tubuh yang kurang fit," katanya.
Teringat kembali mereka dilepas Jokowi tanggal 10 September 2013 saat itu Oman Syahroni, salah satu jamaahnya berharap kloternya menjadi kloter percontohan baik segi bimbingan ibadah maupun rasa toleransi.
Allah telah mengabulkan doanya, kebersamaan telah tumbuh dalam kloter tersebut karena walaupun ada jamaah yang tidak masuk kelompok bimbingan haji akhirnya dirangkul bersama untuk melaksanakan ibadah.
"Ada anggota jamaah yang tidak masuk kelompok bimbingan haji, namun karena satu rombongan akhirnya mereka bisa ikut dibimbing," kata Anas Fuad.
Banyak kasus ditemukan sepanjang pelaksanaan ibadah haji 1434 hijriah yang membuat orang miris melihat arti persaudaraan muslim.
Ada jemaah yang beribadah tanpa bimbingan dari tim pembimbing mereka atau rekannya yang lain yang sebenarnya lebih paham soal ibadah sehingga mereka menganggap dengan mengecup hajar aswad di Ka'bah sudah dianggap telah selesai melaksanakan haji.
Ada juga jamaah yang kelelahan untuk tawaf dan diperkenankan ketua rombongannya untuk menyudahi dan bersiap membayar dam. Demikian juga masih banyak jamaah yang tidak tahu urutan manasik haji sehingga lupa untuk sa'i atau mencukur rambut.
Di sinilah pentingnya kebersamaan dalam rombongan yang biasanya beranggotakan 45 orang atau regu yang beranggotakan 10 -12 orang.
Ada rombongan yang selalu bersama-sama melaksanakan rukun haji, ada pula yang terpencar-pencar dalam regu-regu kecil, ada juga yang terpisah dari regunya.
Ada yang merasa minder untuk bergabung dengan yang lain padahal ia belum memahami benar manasik haji sehingga terjadilah banyak rukun haji yang terlupakan.
Ujian Toleransi
Selain kebersamaan soal ibadah, kebersamaan dan toleransi dalam satu kamar di pondokan juga menjadi salah satu ujian ibadah haji. Satu kamar dalam pondokan biasanya diisi empat sampai delapan orang tergantung luasan kamar dan disitulah muncul berbagai perbedaan kebiasaan.
Tanpa membuka hati untuk toleran dengan kebiasaan orang lain maka akan muncul stres yang bisa mengakibatkan gangguan jiwa.
Kabid Kesehatan Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi Dr dr Fidiansjah SKJ menegaskan rasa toleransi harus disiapkan sebelum berangkat sehingga jika bertemu dengan kebiasaan yang lain yang dibawa jamaah satu kamar atau satu rombongannya.
"Mental harus siap untuk menerima perbedaan itu," katanya.
Ia menjelaskan, stres bisa muncul karena perbedaan kebiasaan dalam satu kamar, ada yang suka tidur dengan lampu terang atau yang lampu dimatikan, ada yang suka pendingin ruangan (AC) ada yang tidak kuat dingin, dan ada yang terbiasa tidur dengan mendengar suara dengkuran temannya, ada juga yang tidak tahan.
Rasa toleransi juga akan diuji saat rombongan bergerak sejak dilepas di kabupaten-kota dengan menggunakan bus sampai singgah di asrama haji lalu bergerak menaiki pesawat di embarkasi. Toleransi untuk menunggu jamaah usia lanjut yang bergerak lebih lamban dibanding jemaah yang lebih muda, serta tolerensi untuk mendahulukan orang tua agar tidak ikut berdesak-desakan.
Demikian juga di Tanah Suci, dengan berkumpulkan jamaah dari negara lain maka muncullah perilaku yang dianggap aneh bagi orang Timur seperti menerobos barisan shalat, melangkahi orang shalat, dan menyerobot antrean.
Mereka yang tidak lolos uji toleransi ini biasanya terkena stres bahkan ada yang mengalami gangguan jiwa.
Tercatat ada lima puluhan jemaah yang mengalami gangguan jiwa mulai dari stres ringan sampai gangguan berat seperti meracau dan berlari-lari tanpa kendali.
"Kalau skala stres ringan tidak diayomi oleh teman satu kamar atau satu rombongan maka bisa jadi makin parah. Jadi sikap jamaah satu kamar juga akan mempengaruhi tingkat stres yang sudah ada," kata Fidiansjah.
Amirul Haj Suryadharma Ali dalam sambutan wukuf di Arafah juga mengingatkan bahwa ibadah haji merupakan ibadah ujian untuk sikap toleransi dan kebersamaan sesama muslim karena di Tanah Suci akan berkumpul tiga juta lebih jamaah dari berbagai negara dengan keberagaman budaya.
Bagi jamaah Indonesia juga merupakan ujian toleransi antar sesama jamaah dari daerah lain yang berbeda budayanya.
"Semua harus dikembalikan kepada ketaqwaan masing-masing jamaah. Karena di hadapan Allah, yang dinilai hanyalah taqwanya bukan suku, bangsa, atau warna kulitnya," katanya.
Uji Kesabaran
Ujian kesabaran, menurut Amirul Hajj akan selalu dihadapi jamaah karena jumlah jamaah cukup besar sementara semua rukun haji juga harus dipenuhi semua jamaah. Jadi ada proses pengaturan baik selama ibadah di Masjidil Haram, Wukuf di Arafah, serta Mabit di Mina sambil melempar jumroh.
"Semua harus diatur agar jamaah tidak bergerak bersamaan, ini perlu disipilin dan kesabaran," katanya.
Kedisiplinan dan keteraturan pergerakan jamaah dari Arafah ke Musdalifah terus ke Mina dan melempar jumroh di Mina telah membuahkan hasil yang memuaskan.
Untuk pertama kali, waktu pergerakan dari Arafah ke Mina bisa selesai pukul 06.00 sehingga jamaah tidak berlama-lama di dalam bus. Dengan demikian jamaah mempunyai waktu istirahat yang cukup untuk melontar jumroh aqabah atau tawaf ifadah.
"Alhamdulillah pergerakan jamaah cukup lancar, sehingga pukul enam pagi semua jamaah sudah berada di Mina, tahun lalu jamaah baru sampai Mina jam sebelas siang," katanya.
Amirul Hajj juga memuji kesabaran yang ditunjukkan petugas haji untuk membantu melayani jamaah sehingga jumlah pengaduan tentang pelayanan yang buruk tahun ini semakin berkurang.
Amirul Hajj berharap ujian kesabaran dan rasa toleransi yang membuahkan rasa persaudaraan selama ibadah haji bisa ditularkan ke Tanah Air yang tidak lama lagi akan memasuki pemilu dan pilpres.
"Persaudaraan ini hendaknya ditularkan sampai ke Tanah Air sehingga tidak ada lagi konflik-konflik kekerasan yang muncul menjelang Pemilu dan Pilpres 2014," harapnya. (B013)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013