Jakarta, 18/7 (Antara) - EVP Coordinator Consumer Finance PT Bank Mandiri Tbk Tardi menilai pengetatan aturan "loan to value" yang akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia September mendatang hanya akan memengaruhi pertumbuhan kredit perbankan sesaat saja.
Hal itu, kata Tardi di Jakarta, Kamis, karena masih tingginya permintaan akan properti di Tanah Air.
"Ada pengaruh tapi sesaat. Nanti ada keseimbangan baru, sama seperti aturan DP (uang muka). Sebulan aja landai sedikit, nanti biasa lagi karena kebutuhan rumah banyak," ujarnya.
Menurut Tardi, kebijakan "loan to value" (LTV) oleh BI tersebut memang dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan kredit properti supaya tidak "bubble" serta untuk mengurangi aksi spekulasi sehingga berdampak positif bagi industri perbankan dan industri properti itu sendiri.
"Sekarang kan irasional, beberapa tempat sudah irasional. Kalau harga rumah atau apartemen melebihi dari 20--25 kali sewa rumah atau apartemen per tahun, itu sudah tidak rasional," tuturnya.
Tardi mengatakan bahwa properti yang digunakan sebagai ajang spekulasi biasanya dibeli dengan dana tunai, baik tunai langsung maupun bertahap.
"Developer yang segmen menengah/atas sebagai media spekulasi itu sebagian besar dibeli dengan cara 'cash', yang pakai KPR 20 persen, 'cash' bertahap 40 persen, 40 persen 'cash' keras," papar Tardi.
Untuk rumah dengan tipe di bawah 70, lanjut dia, belum menunjukkan tanda-tanda "bubble" disebabkan rumah dengan tipe tersebut biasanya dimiliki oleh orang yang memang membutuhkan rumah untuk tempat tinggal atau rumah pertama.
"(KPR) yang tipe 70 ke bawah tidak 'bubble' karena kebanyakan 'end user'. Kenaikan harga di Jakarta memang lebih tinggi daripada yang lain," kata Tardi.
Bank sentral sendiri berencana melakukan pengetatan, antara lain pengenaan rasio LTV yang berbeda untuk KPR kedua, dan seterusnya. Aturan itu juga berlaku untuk kredit pemilikan apartemen (KPA) yang untuk tipe kecil sampai dengan tipe 70 akan dikenakan LTV yang berbeda.
Kepemilikan kedua untuk KPR dan KPA tipe 70 ke atas ditetapkan rasio LTV maksimal 60 persen untuk kepemilikan ketiga dan seterusnya ditetapkan maksimal LTV 50 persen.
Sementara itu, untuk KPA tipe 22--70, ditetapkan maksimal LTV 80 persen untuk pembiayaan pertama. Namun, untuk pembiayaan kedua maksimal LTV ditetapkan sebesar 70 persen, serta untuk pembiayaan ketiga dan seterusnya maksimal LTV 50 persen.
Pengetatan aturan LTV tersebut dikeluarkan oleh BI karena banyaknya debitur yang mengambil KPR atau KPA lebih dari dua. Jumlah nasabah yang memiliki KPR atau KPA lebih dari dua pun cukup besar, yakni mencapai 35,2 ribu debitur. Bahkan, dari jumlah tersebut ada sekitar 3.800 debitur yang memiliki tugas hingga sembilan KPR.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
Hal itu, kata Tardi di Jakarta, Kamis, karena masih tingginya permintaan akan properti di Tanah Air.
"Ada pengaruh tapi sesaat. Nanti ada keseimbangan baru, sama seperti aturan DP (uang muka). Sebulan aja landai sedikit, nanti biasa lagi karena kebutuhan rumah banyak," ujarnya.
Menurut Tardi, kebijakan "loan to value" (LTV) oleh BI tersebut memang dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan kredit properti supaya tidak "bubble" serta untuk mengurangi aksi spekulasi sehingga berdampak positif bagi industri perbankan dan industri properti itu sendiri.
"Sekarang kan irasional, beberapa tempat sudah irasional. Kalau harga rumah atau apartemen melebihi dari 20--25 kali sewa rumah atau apartemen per tahun, itu sudah tidak rasional," tuturnya.
Tardi mengatakan bahwa properti yang digunakan sebagai ajang spekulasi biasanya dibeli dengan dana tunai, baik tunai langsung maupun bertahap.
"Developer yang segmen menengah/atas sebagai media spekulasi itu sebagian besar dibeli dengan cara 'cash', yang pakai KPR 20 persen, 'cash' bertahap 40 persen, 40 persen 'cash' keras," papar Tardi.
Untuk rumah dengan tipe di bawah 70, lanjut dia, belum menunjukkan tanda-tanda "bubble" disebabkan rumah dengan tipe tersebut biasanya dimiliki oleh orang yang memang membutuhkan rumah untuk tempat tinggal atau rumah pertama.
"(KPR) yang tipe 70 ke bawah tidak 'bubble' karena kebanyakan 'end user'. Kenaikan harga di Jakarta memang lebih tinggi daripada yang lain," kata Tardi.
Bank sentral sendiri berencana melakukan pengetatan, antara lain pengenaan rasio LTV yang berbeda untuk KPR kedua, dan seterusnya. Aturan itu juga berlaku untuk kredit pemilikan apartemen (KPA) yang untuk tipe kecil sampai dengan tipe 70 akan dikenakan LTV yang berbeda.
Kepemilikan kedua untuk KPR dan KPA tipe 70 ke atas ditetapkan rasio LTV maksimal 60 persen untuk kepemilikan ketiga dan seterusnya ditetapkan maksimal LTV 50 persen.
Sementara itu, untuk KPA tipe 22--70, ditetapkan maksimal LTV 80 persen untuk pembiayaan pertama. Namun, untuk pembiayaan kedua maksimal LTV ditetapkan sebesar 70 persen, serta untuk pembiayaan ketiga dan seterusnya maksimal LTV 50 persen.
Pengetatan aturan LTV tersebut dikeluarkan oleh BI karena banyaknya debitur yang mengambil KPR atau KPA lebih dari dua. Jumlah nasabah yang memiliki KPR atau KPA lebih dari dua pun cukup besar, yakni mencapai 35,2 ribu debitur. Bahkan, dari jumlah tersebut ada sekitar 3.800 debitur yang memiliki tugas hingga sembilan KPR.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013