Pematang Siantar, 14/6 (Antarasumut) - Ketua Komisi Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pematang Siantar, Natsir Armaya minta pemerintah segera menetapkan jadwal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) guna meminimalisir gejolak harga barang kebutuhan masyarakat.

"Rencana kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebaiknya segera direalisasikan, sehingga masyarakat tidak terlalu lama dibebani dengan praktik para spekulan yang akhir-akhir ini mulai menaikkan harga berbagai jenis barang," katanya, di Pematang Siantar, Jumat.

Menurut dia, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM telah mendorong para spekulan untuk lebih dulu menaikkan harga berbagai jenis barang, termasuk bahan kebutuhan pokok.

Ia menyebut contoh, memasuki pekan kedua Juni 2013, posisi harga cabai di beberapa pasar di Kota Pematang Siantar dan sekitarnya sudah mencapai sekitar Rp40 ribu per kilo gram (kg).

Padahal, sekitar sepekan sebelumnya harga komoditi cabai di kota itu berada di kisaran Rp24 ribu per kg.

Sementara, harga sayur mayur, rempah-rempah dan ikan lebih tergolong relatif stabil.

Jika rencana menaikkan harga BBM terlalu lama direalisasikan, ia memperkirakan beban pengeluaran masyarakat akan semakin bertambah besar akibat lonjakan harga barang.

Selain masyarakat, lanjut Armaya, masalah belum adanya kepastian soal jadwal kenaikan harga BBM juga dapat berdampak buruk terhadap kinerja kalangan pelaku dunia usaha.

Mencermati ketidakstabilan harga barang dan jasa menjelang kenaikan harga BBM, ia menyarankan kepada pemerintah agar segera mengumumkan ke publik mengenai kepastian jadwal kenaikan harga BBM.

"Akibat belum adanya jadwal yang pasti tentang kenaikan harga BBM hingga sekarang ini, telah memicu ketidakstabilan harga barang dan jasa," tambahnya.

Di tengah situasi ketidakpastian jadwal harga kenaikan BBM tersebut, kata dia, tentunya yang paling diuntungkan adalah pedagang spekulan.

Dikatakan Armaya, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BMM di tengah situasi harga minyak yang kerap berfluktuasi di pasar dunia.

"Kita saat ini bukan lagi negara penghasil minyak, tetapi sudah masuk kategori konsumen BBM. Hal itu, terjadi karena produksi BBM kita sudah tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri," katanya.

Untuk mencukupi kebutuhan BBM di dalam negeri, lanjut Armaya, pemerintah terpaksa mengimpor BBM dengan harga di atas pasaran di dalam negeri.

Jika harga BBM di dalam negeri tidak dinaikkan, tentunya beban APBN untuk subsidi BBM akan bertambah banyak.

Kondisi ini diyakini akan berdampak pada perekonomian nasional dan juga menjadi beban masyarakat.

Satu hal lagi yang perlu dipahami oleh banyak kalangan, kata dia, jika harga BBM tidak dinaikkan yang diuntungkan adalah para spekulan dan penyelundup minyak.

Para penyelundup ini tetap akan menjual minyak ke negara luar, tetapi kalau disparitas harga BBM di dalam negeri dengan di luar negeri relatif kecil, kemungkinan besar aksi penyelundupan BBM tidak akan terjadi.

Armaya juga meyakini masyarakat sebenarnya bisa menerima kenaikan harga BBM meski beban biaya kebutuhan hidup harus bertambah.

Namun keputusan menaikkan harga BBM perlu dibarengi dengan meninjau kembali kebijakan pengupahan yang disesuaikan dengan perkembangan harga barang dan jasa.

Dia juga menyatakan tidak sependapat jika pemerintah disudutkan dengan mengeluarkan keputusan menaikkan harga BBM.

"Yang mempolemikkan kenaikan BBM selama ini terkesan dominan di kalangan para politisi. Hal itu tidak tertutup kemungkinan untuk kepentingan pencitraan partai mereka semata," ucap Armaya.(WRT)

Pewarta: Waristo

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013