Tapteng, 4/4 (Antarasumut) - Proses pengalihan guru SMA-SMK ke Provinsi dari Kabupaten Kota meninggalkan berbagai persoalan, salah satunya adalah masalah penggajian guru honorer.
Demikian ditegaskan anggota DPRD Sumut Komisi E, Juliski Simorangkir kepada ANTARA, Selasa pagi di PIA Hotel Pandan.
Ia menilai sistem pengalihan tersebut belum profesional, karena gaji para guru honorer saja sampai sekarang belum ditentukan dari mana, karena di APBD Pemprov Sumut 2017 tidak ada ditampung.
"Makanya sampai sekarang para guru honorer itu belum gajian,â€kata Juliski membeberkan.
Memang ada aturan dari Menteri Pendidikan yang mengizinkan dana BOS bisa digunakan sebesar 15% untuk membayar gaji para guru honorer. Tetapi kebijakan itu tidak cukup untuk membayar gaji guru honor se Sumatera Utara sebanyak 8.200 orang.
“Jumlah guru honorer se Sumut itu sebanyak 8.200 orang, sementara dana BOS yang diperkenankan digunakan hanya 15%. Sisanya mau diambil dari mana? Makanya sampai sekarang nasib teman-teman guru honor itu terkatung-katung, karena tidak diizinkan lagi ada kutipan dana dari orangtua siswa.
Politisi muda PKPI ini menilai, membludaknya jumlah guru honorer sejak status mereka masih di Kabupaten/kota. Karena para kepala daerah seenaknya saja menerima para guru honorer.
Tiba saatnya seperti ini, kepala daerah tidak mau bertanggungjawab lagi, karena status sudah berubah menjadi tanggungjawab provinsi. Padahal, sudah ada moratorium agar penerimaan guru honorer dihentikan, tetapi tetap juga diterima daerah waktu itu.
“Jadi, sesuai dengan data yang kita dapat jumlah guru honorer yang resmi itu hanya 3.000 orang, tetapi karena terus diterima oleh daerah sehingga membengkak sampai 8.200 orang.
Seharusnya daerah menarik honornya dan dialihkan ke honor SD atau SMP, sehingga tidak membebani provinsi. Alhasil, sampai sekarang sudah 3 bulan para guru honorer tidak gajian, kasihan mereka,â€ungkapnya.